16.00
0

Anak-anak bisa terancam paparan pornografi dari dunia maya. Bagaimana mengantisipasinya?

Anak, Gawai, dan Paparan PornografiIlustrasi (Thinkstock)
Di era digital, gawai ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia memberikan banyak manfaat. Namun, di sisi lain, gawai perlu diwaspadai penggunaannya, terutama pada anak-anak dan remaja.
Seorang ibu tiga anak di Jakarta terdengar bergetar menahan tangis saat berkisah tentang anak bungsunya di depan peserta seminar ”Tantangan Mendidik Anak di Era Digital”, Selasa (27/1), di Aula Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta. Anak dari ibu tersebut, sebut saja Rasya (7), yang dikenal sebagai anak yang santun, tiga bulan lalu menceritakan hal mengagetkan.
Salah satunya tentang kebiasaan teman sekolahnya menonton film biru di rumahnya saat kedua orangtuanya tidak ada di rumah. Belakangan, Rasya juga melontarkan berbagai pertanyaan yang menurut sang ibu sangat mengejutkan tentang aktivitas seksual antara laki-laki dan perempuan.
Rasya juga pernah mengungkapkan istilah slang untuk berhubungan intim yang menurut sang ibu tidak pantas diucapkan anak seusia Rasya. Istilah-istilah semacam itu, menurut ibu muda itu, tidak pernah menjadi bahan pembicaraan di tengah keluarga. Ia menduga Rasya telah terpapar pornografi.
”Saya takut sekali dengan apa yang terjadi pada anak saya. Tetapi, meskipun saya khawatir, kaget, juga sedih, saya coba menutupi perasaan saya dan berusaha mengorek informasi dari anak saya tentang apa yang terjadi,” ujar ibu tadi dengan tangis berderai.
Erma, ibu dua anak berusia 9 tahun dan 12 tahun, mengeluhkan hal serupa. Dia tak tahu cara yang paling tepat untuk membatasi anak ketika mereka mulai membuka-buka gawai. Apalagi tugas sekolah saat ini banyak yang diambil dari internet sehingga persinggungan anak dengan gawai semakin intens.
”Nonton TV, kan, sekarang juga ada adegan ciuman meskipun biasanya mereka tutup mata atau menghindar,” kata Erma.
Ketakutan akan bahaya pornografi juga dirasakan musisi Otti Jamalus, ibu dari Alif (11). Di rumah, Alif leluasa mengakses internet dan bisa pergi ke mana saja di dunia maya. Alif, kata Otti, bukannya steril dari paparan pornografi. Otti tahu betul, sang anak beberapa kali menemukan gambar-gambar vulgar di internet.
”Mau bagaimana lagi, kita juga tidak bisa menjauhkan mereka dari gadget dan internet. Hidup mereka ada di sana. Kami tidak bisa mengatur-atur. Makanya kami sebagai orangtua berusaha memberikan pengertian pada hal yang berkaitan dengan pornografi. Kita jelaskan saja. Dia mengerti, kok,” kata Otti.
Pemahaman semacam itu, menurut Otti, sangat penting karena mereka tidak bisa menemani anak selama 24 jam penuh. Daripada khawatir, lebih baik mereka dibentengi sejak dini agar meskipun terpapar pornografi, mereka sudah memiliki bekal cukup.
Anak-anak yang asyik bermain gawai, entah untuk bermain game, menonton tayangan musik atau film di kanal Youtube, membaca komik atau kartun digital, saat ini menjadi pemandangan jamak. Bahkan, sebagian orangtua justru sengaja memberikan gawai agar anak-anak lebih ’anteng’.
Sebuah perilaku yang berkebalikan dengan apa yang dilakukan pendiri Apple, Steve Jobs, yang justru melarang anak-anaknya menggunakan tablet ciptaannya. Ini karena berbagai hal bisa diserap dari gawai tanpa bisa dibendung, termasuk pornografi.
Psikolog dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman, menuturkan, saat ini anak-anak menjadi target pornografi. Berdasarkan riset yang dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati terhadap 2.227 anak usia sekolah dasar, 92 persen anak usia 4-6 tahun sudah terpapar pornografi dari situs pornografi, videoklip, sinetron, buku cerita, dan lain sebagainya. Lebih dari 50 persen mengakses pornografi di rumah sendiri.
Orangtua harus sangat waspada karena konten pornografi itu, menurut Elly, disusupkan melalui game dengan rating yang seharusnya khusus untuk orang dewasa, lalu dibajak dan diberi rating menjadi konsumsi remaja. Misalnya GTA: San Andreas, Mass Effect, GTA IV, dan BMXXX. Banyak komik juga berkonten porno, salah satunya menggambarkan potongan-potongan adegan seks.
Riset ini berkorelasi dengan banyaknya berita terkait pornografi di berbagai media massa yang memberitakan perilaku menyimpang pada remaja dan anak-anak serta maraknya kasus pemerkosaan di usia sekolah.
Salah satunya kasus delapan pasang siswa SD yang tertangkap berhubungan intim di bawah meja di sebuah acara pernikahan di Sumatera Selatan dan perilaku menyimpang pemerkosaan terhadap binatang.
Mengutip Mark B Kastleman dalam bukunya, The Drug of The New Millennium, Elly mengatakan, pornografi sama bahayanya seperti narkoba atau disebut juga narkolema: narkoba lewat mata.
”Anak-anak yang terpapar pornografi dan menjadi kecanduan memiliki perpustakaan porno di otaknya yang bisa diakses kapan saja, di mana saja. Inilah yang kemudian membuat anak harus melampiaskan hasratnya. Dalam jangka panjang, kecanduan pornografi dapat mengakibatkan kerusakan otak permanen yang dapat mengakibatkan perilaku menyimpang seumur hidup,” kata Elly.
Ciri-ciri anak yang telah kecanduan pornografi antara lain mudah haus dan tenggorokan kering, sering minum, sering buang air kecil, sering berkhayal, dan sulit berkonsentrasi. Jika berbicara, menghindari kontak mata, sering bermain PlayStation dan internet dalam waktu lama, prestasi akademis menurun, serta bermain dengan teman atau kelompok yang itu-itu saja.
Menghadapi anak yang sudah kecanduan, orangtua sebaiknya tetap tenang dan berusaha tidak marah. ”Terima, maafkan, dan bermusyawarah. Perbaiki pola pengasuhan,” kata Elly.
Beberapa hal yang dapat membantu anak adalah mengajari anak tentang konsep dan harga diri yang baik serta kemampuan berpikir kritis. ”Perkuat Allah dalam diri anak. Bicarakan tentang memelihara kesucian sampai menikah,” ucap Elly.
Dia juga menyarankan agar orangtua tak terlalu fokus pada aspek akademis anak semata, serta memberikan perhatian yang cukup kepada anak, terutama ketika anak mulai ’akrab’ dengan perangkat teknologi.

0 komentar:

Posting Komentar

:) :)) ;(( :-) =)) ;( ;-( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.